Mediacompasnews.com – Sumenep – Tersangkanya kasus tukar guling tanah Kas Desa yang ditangani Unit IV Subdit III Ditreskrimsus Polda Jatim menjadi polemik para praktisi hukum, atas tersangkanya HS (pengembang perumahan Bumi Sumekar Asri), MH (matan pegawai pertanahan), dan MR (mantan Kepala Desa Cabbiya) bertepatan hari Rabu 22 November 2023.
Kasus tersebut tidak hanya jadi buah bibir para aktivis bahkan dari warung ke warung jadi bahan perbincangan yang serius. Menariknya kasus Tanah Kas Desa menurut sebagian praktisi hukum dinilai telah kadaluarsa, karena kejadiannya di tahun 1997 atau 26 tahun yang lalu, dan yang dijadikan dasar kadaluarsanya adalah pasal 78, 84 dan pasal 85 KUHP.
Seorang aktivis anti korupsi Rasyid Nahdliyin yang dinilai berbeda pendapat dengan para praktisi hukum, menyampaikan kepada Mediakompasnews.com
Dan terbukti ketika HS melakukan upaya hukum sampai ke Kasasi tidak membatalkan penanganan Kasus tersebut Dan yang sangat menyedihkan tiga kepala desa kok berani memberikan kuasa kepada kuasa hukum utk melakukan penguasaan lahan warga sebagai pemilik yg syah, apa gak membahayakan ?”.
“ Sebelum melangkah lebih jauh kita harus memahami dulu bahwa kasus Tanah Kas Desa di bawah penanganan Kriminal Khusus Subdit III Tindak Pidana Korupsi Polda Jatim, pidana khusus bersifat khusus (lex specialis)”.
Sambung Rasyid, “Kita harus menilai kesetaraan antara UU Tipikor dan KUHP dari asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori, adalah asas yang menyatakan jika terdapat pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang tinggi dengan yang rendah, maka yang tinggilah yang harus didahulukan, prinsip ini merupakan salah satu dari prinsip-prinsip dalam hierarki peraturan perundang undangan”.
Rasyid menambahkan, “Oleh karena antara KUHP dan UU Tipikor setingkat/setara, maka dalam penindakan Pidana Khusus UU Tipikor harus didahulukan karena merupakan aturan hukum yang lebih khusus, hal tersebut sesuai yang disampaikan dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP yang menyatakan bahwa, Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan”.
“Hal tersebut dikenal dalam ilmu hukum sebagai asas lex specialis derogat legi generali adalah asas yang menyatakan bahwa jika terjadi pertentangan antara undang-undang yang khusus dengan yang umum, maka yang khusus yang berlaku. Singkatnya, aturan hukum yang lebih khusus mengesampingkan aturan hukum yang lebih umum”
Sambung Rasyid, “Sedang dalam UU No. 20 tahun 2001 perubahan UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kemudian UU No. 19 Tahun 2019 perubahan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan UU No. 46 tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, belum ada yang mengatur tentang kadaluarsanya kasus korupsi”.
Oleh sebab itu pasal 78 KUHP tidak bisa dijadikan dasar kadaluarsanya kasus Tindak Pidana Korupsi, karena penyidikan dalam kasus tindak pidana korupsi diatur tersendiri dalam UU Korupsi”.
(MASTURY-TRB)