http://Mediakompasnews.com – Jakarta – Obat-obatan keras jenis Hexymer dan Tramadol atau obat-obatan keras golongan G marak diperjualbelikan secara bebas. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan daftar G ini diduga dijual ilegal di toko yang berkedok toko kosmetik atau toko sembako, pada Kamis (26/12/24).
Seperti, toko yang diduga menjual obat ilegal berkedok toko kelontong (sembako-red) yang berada di Jl. Raya Dadap, Kamal Muara perbatasan Jakarta Barat dengan Jakarta Utara ini.
“Eximer, ceban disitu,” kata salah satu anak muda berinisial AR (Inisial-red), saat usai berbelanja di tempat tersebut, kepada anggota media, Tim Investigasi Tangerangsiber, Burusergapinfo, dan mediakompasnews yang tergabung dalam Team Network Likaliku, pada Kamis (26/12/24).
Sementara itu, penjaga toko obat-obatan yang menjadi salah satu golongan daftar G, yang berkedok sebagai toko kelontong tersebut, menjelaskan bahwa toko tersebut milik bosnya.
“Punya DI (Inisial-red),” ucapnya.
Penjaga toko obat- obatan golongan daftar G, tersebut juga kerap di datangi oleh oknum- oknum yang tidak bertanggung jawab, dan mirisnya lagi terdapat sejumlah oknum APH yang juga datang ke toko tersebut.
“Sering dari polsek, polres (Oknum-red) pada kesini,” katanya.
Pada nannyain gitu, iya minta bensin,” tambahnya.
Saat ditanya lebih lanjut, untuk apa oknum datang ke lokasi tersebut dirinya mengatakan bahwa dirinya kerap dimintai sejumlah uang oleh oknum tersebut.
“Ya tergantung berapa orang gitu,” jelasnya, sembari menunjukan buku yang diduga sebagai list pengeluaran.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 2 Tahun 2003 adalah peraturan yang mengatur tentang tata tertib, disiplin, dan pembinaan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Dalam PP ini, diatur berbagai hal, seperti:
1. Sanksi yang dapat dijatuhkan kepada anggota Polri yang melanggar peraturan disiplin, berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin
2. Tindakan disiplin yang dapat dijatuhkan, seperti teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat, penundaan kenaikan gaji, mutasi demosi, pembebasan dari jabatan, dan penempatan dalam tempat khusus
3. Penjatuhan tindakan disiplin dilakukan segera setelah pelanggaran diketahui, sedangkan penjatuhan hukuman disiplin dilakukan melalui sidang disiplin
4. Kewenangan untuk menentukan penyelesaian pelanggaran disiplin melalui sidang disiplin adalah Ankum
5. Putusan hukuman disiplin berlaku 30 hari setelah keputusan diputuskan, jika terhukum tidak hadir dalam sidang disiplin atau tidak ditemukan setelah dicari
6. Anggota Polri yang ditempatkan dalam tempat khusus dilarang meninggalkan tempat tersebut, kecuali atas izin Ankum.
Diketahui, selain dapat merusak generasi bangsa yang bahkan bisa berujung pada tindak pidana kriminal, pengedar obat obatan keras atau yang biasa dikenal sebagai obat golongan G tersebut, sering merujuk pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 196 dan Pasal 197, yang mengatur tentang sanksi bagi pihak yang mengedarkan obat-obatan yang tidak memiliki izin edar.
1. Pasal yang Dikenakan: Pasal 196 UU Kesehatan: “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.”
Pasal 197 UU Kesehatan: “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.”
2. Fakta Hukum yang Dipertimbangkan: Dalam beberapa kasus yang ditangani oleh pengadilan, hakim mempertimbangkan berbagai faktor seperti: Jumlah obat daftar G yang diedarkan: Besarnya jumlah obat yang ditemukan dalam penguasaan terdakwa.
Pasal 197 Jo Pasal 106 ayat (1) UU nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Selain itu polisi juga mensangkakan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) UU nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.
Apalagi saat ini juga, Presiden Republik Indonesia (RI), Prabowo Subianto, menciptakan program Asa Cita, Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045, sunggu hal ini sangat bertolak belakang.
Hingga berita ini dilayangkan, belum dapat dikonfirmasi kebenaran mengenai adanya hal tersebut dari berbagai pihak terutama pihak Aparat Penegak Hukum (APH) (Kepolisian- red) terkait. (Mar)