Media Kompas News.Com – Sumbar – Tiga organisasi jurnalis, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Padang, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumbar dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang mengecam tindakan kekerasan, intimidasi, serta penghalangan kerja jurnalistik saat proses pembubaran masyarakat Air Bangis, Kabupaten Pasaman barat di Masjid Raya Sumbar,Sabtu(05/08/2023).
Untuk itu diminta kepada Kapolri Jenderal Polisi Listiyo Sigit Perabowo untuk menindak tegas oknum polisi yang tidak punya etika saat melaksanakan tugas, sebab melakukan kekerasan terhadap wartawan yang sedang melaksanakan peliputan.
Akibat peristiwa itu yang sebelumnya persentasi kepercayaan masyarakat Sumbar kepada Polri sudah mulai meningkat sekarang anjlok kembali akibat ulah segelintir oknum Polri. Untuk itu agar nama baik(citra) Polri ditengah tengah masyarakat tidak rusak diminta kepada Kapolri agar melakukan tindakkan tegas.
Beberapa orang jurnalis yang tengah meliput di Masjid Raya Sumbar pada Sabtu, diduga mendapatkan kekerasan, intimidasi dan penghalangan oleh aparat Kepolisian. Tindakan itu terjadi saat proses pemulangan masyarakat Air Bangis, Kabupaten Pasaman barat yang bertahan di Masjid raya Sumbar usai menggelar aksi unjuk rasa sejak 31 Juli hingga 4 Agustus 2023 di kantor Gubernur Sumatera Barat.
Pada insiden tersebut, ada empat orang wartawan yang diduga mendapatkan tindakan kekerasan dan intimidasi dari aparat kepolisian. Pertama, jurnalis Tribunnews, Nandito Putra. Ia diduga dipiting polisi berpakaian bebas saat sedang merekam kondisi sambil live streaming untuk medianya. Sebelumnya nandito juga dilarang mengambil gambar dan ponselnya juga berupaya direnggut.
Nandito menjelaskan, sekitar pukul 15.30 WIB, ia sedang melakukan siaran langsung di Facebook Tribunpadang.com dan merekam situasi pemulangan warga Jorong Pigogah Pati Bubur di pelataran Masjid Raya Sumbar.
Pada saat pengambilan gambar siaran langsung itu mulanya berjalan lancar tanpa ada gangguan. Namun setelah dua menit merekam kondisi warga, dirinya mengarahkan kamera ke arah aparat polisi yang sedang menarik-narik seorang perempuan, katanya
Pada insiden tersebut, ada empat orang wartawan yang diduga mendapatkan tindakan kekerasan dan intimidasi dari aparat kepolisian. Pertama, jurnalis Tribunnews, Nandito Putra. Ia diduga dipiting polisi berpakaian bebas saat sedang merekam kondisi sambil live streaming untuk medianya. Sebelumnya nandito juga dilarang mengambil gambar dan ponselnya juga berupaya direnggut.
Nandito menjelaskan, sekitar pukul 15.30 WIB, ia sedang melakukan siaran langsung di Facebook Tribunpadang.com dan merekam situasi pemulangan warga Jorong Pigogah Pati Bubur di pelataran Masjid Raya Sumbar.
Pada saat pengambilan gambar siaran langsung itu mulanya berjalan lancar tanpa ada gangguan. Namun setelah dua menit merekam kondisi warga, dirinya mengarahkan kamera ke arah aparat polisi yang sedang menarik-narik seorang perempuan, katanya
Namun saat upaya itu dilakukan, petugas juga mengangkat kerah baju dan melontarkan ancaman ke Fachri Hamzah Jurnalis Tempo. Selain Fachri, Aidil Ichlas Ketua AJI Padang juga tidak luput dari tindakan intimidasi dan ancaman dari petugas yang sama saat berupaya melepaskan Nandito.
Beberapa menit setelahnya, sejumlah perwira dari Polresta Padang datang menengahi dan meminta maaf kepada Nandito, Fachri dan Aidil atas peristiwa tersebut.
Disisi lain, perilaku intimidasi juga dialami oleh Dasril, jurnalis Padang TV. Saat itu, Dasril sedang mengambil gambar penangkapan salah satu pendamping dari LBH Padang.
Tiba-tiba ada salah satu pihak dari kepolisian menghalangi kamera Dasril untuk merekam.
“Sudah-sudah jangan direkam lagi,” kata salah seorang polisi kepada Dasril.
Mendapat perlakuan tersebut, Dasril tetap melanjutkan.
Bukan hanya itu, Zulia Yandani (Lia), seorang jurnalis perempuan dari Classy FM juga mengalami kekerasan dalam peristiwa tersebut. Saat itu Lia baru selesai shalat dan mendengar kericuhan di lantai I Masjid Raya Sumbar.
Karena melihat situasi memanas, Lia kemudian merekam peristiwa itu namun dirinya didatangi oleh sejumlah polisi, yang kemudian mengambil ponselnya.
“Saya sudah menerangkan kalau saya wartawan, tetapi mereka tetap menarik saya dan mengangkat kedua kaki saya. Saya hendak dibawa ke mobil,” kata Lia.
Atas peristiwa itu AJI Padang, PFI Padang dan IJTI Sumbar berpandangan, bahwa tindakan yang dilakukan pihak kepolisian telah melanggar kebebasan pers. Padahal, Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang kebebasan pers telah tegas mengatur tentang kerja-kerja jurnalistik.
Selain itu, tindakan intimidasi tersebut juga telah melanggar Pasal 18 Ayat 2 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Pasal, Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyatakan:
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00.”
Oleh karena itu AJI Padang, PFI Padang dan IJTI Sumbar menyatakan sikap sebagai berikut:
– Mengecam tindakan intimidasi dan kekerasan oleh pihak kepolisian terhadap jurnalis yang sedang bertugas di Masjid Raya Sumbar
– Mendesak Kapolda Sumbar meminta maaf atas peristiwa intimidasi dan kekerasan yang dialami oleh sejumlah jurnalis di Masjid Raya Sumbar
Meminta Kapolda Sumbar untuk memproses anggotanya yang melakukan intimidasi dan kekerasan kepada jurnalis sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
– Meminta Kapolda Sumbar memastikan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam menangani aksi, tetap mengedepankan profesionalisme, persuasif dan menghormati kebebasan pers.
“Kami mengapresiasi tindakan sejumlah perwira polisi dari Polresta Padang yang mencegah berlanjutnya kekerasan kepada tiga jurnalis dan langsung meminta maaf pada kesempatan itu,” terang Ketua AJI Padang Aidil Ichlas didampinggi Arif Pribadi Ketua PFI Padang dan Defri Mulyadi Ketua IJTI Sumbar.
Dikutip dari Sumbartodaynews.com
Editor : Tim Media Kompas News Com